BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantara aturan
yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah adalah aturan
tentang harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang tinbul sebagai akibat
dari suatu kematian. Harta yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia
memerlukan pengaturan tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya,
dan bagaimana cara mendapatkannya.
Aturan tentang
waris tesebut ditetapkan oleh Allah melalui firmannya yang terdapat dalam
Al-Qur’an, terutama surah an-nisa’ ayat 7,8,11,12, dan 176, pada dasarnya
ketentuan Allah yang berkenaan dengan warisan telah jelas maksud, arah dan
tujuannya.
Hukum kewarisan
islam atau yang juga dikenal the Islamic law of inheritance mempunyai
karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan sistem hukum lainnya.
Ditinjau dari
perspektif sejarah, implementasi hokum kewarisan islam pada zaman penjajahan
belanda ternyata tidak berkembang, bahkan secara politis posisinya dikalahkan
oleh sistem kewarisan hokum adat. Pada masa itu diintrodusir teori persepsi
yang bertujuan untuk mengangkat hokum kewarisan adat dan menyisihkan penggunaan
hokum kewarisan islam.
Banyak para
sarjana hukum barat menganggap hokum kewarisan islam tidak mempunyai sistemdan
hukum islam itu hanya bersandar pada asas patrilineal. Sementara itu,
diklalangan umat islam sendiri banyak pula yang mengira tidak ada sistem
tertentu dalam hukum kewarisan islam, sehingga menimbulkan sebuah anggapan
seolah-olah hukum kewarisan islam merupakan hokum yang sangat rumit dan sulit.
Kondisi yang demikian itulah yang menyebabkan hukum kewarisan islam menurut
fiqh kebudayaan arab itu sangat sulit diterima masarakat islam di Indonesia.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu
pengertian mawaris?
2. Apakah hak
masing-masing mawaris?
3. Apakah penyebab
dan penghalang mendapatkan harta warisan?
4. Ketentuan hukum
mawaris?
BAB
II
PEMBAHASAN
MAWARIS
DALAM ISLAM
A. Pengertian Ilmu Mawaris
Ilmu mawaris adalah ilmu yang
mempelajari tentang cara pembagian harta yang telah di tentukan dalam
Alquran dan Hadits.cara pembagian menurut ahli mawarits adalah yang
terbaik, seadil-adilnya dengan tanpa melupakan hak seorang ahli waris sekalipun
terhadap anak-anak yang masih kecil.
Ilmu mawaris disebut juga dengan ilmu faraidh, ilmu faraidh merupakan suatu
cara yang sangat efektif untuk mendapat pembagian warisan-warisan yang
berprinsip dan nilai-nilai keadilan yang sesungguhnya .
Ilmu mawaris dan
ilmu faraidh pada prinsipnya adalah sama yaitu ilmu yang membicarakan tentang
segala sesuatu yang berkenan dengan harta peninggalan orang yang meninggal
dunia.
Para waris dari golongan laki-laki
yang di sepakati pewaris mereka ada 10 orang yang secara garis besar dan Ada 15
orang secara terperinci.
a.
Golongan dari laki-laki
1. Anak laki-laki
2. Putra dari anak laki-laki
dan seterusnya kebawah
3. Ayah
4. kakek yang shohih
dan seterusnya ke atas.
5. saudara laki-laki
seayah dan seibu
6. saudara laki-laki
seayah
7. saudara laki-laki
seibu
8. putra saudara
laki-laki seayah dan seibu
9. putra saudara
laki-laki seayah
10. saudara laki-laki
ayah yang seayah seibu
11. saudara laki-laki
seayah
12. putra saudara
laki-laki yang seayah seibu
13. putra saudara
laki-laki ayah yang seayah
14. suami
15. orang yang laki
laki yang membebaskan budak.
b.
Golongan dari perempuan
1. Anak perempuan
2. Ibu
3. putri dari anak laki-laki dan
seterusnya ke bawah
4. nenek yang shohih dan seterusnya
keatas ( ibu dari ibu )
5. nenek yang shohih dan seterusnya
keatas ( ibu dari ayah )
6. saudara perempuan seayah dan seibu
7. saudara perempuan seayah
8. saudara perempuan seibu
9. Istri
10. orang perempuan yang membebaskan budak
·
Sumber
hukum iLmu mawarits dan hukum mempelajarinya
Sumber hukum ilmu mawarits Ada Tiga, yaitu:
a. Al-Quran
Dalam Alquran
telah di jelaskan mengenai ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum mawarits. Dalam
surat An-nisa’: 7-12, 176, dan pada surah lainnya.
b. Al-Hadits
Dalam Riwayat
imam Muslim dan Abu dawud bahwasanya Nabi Muhammad SAW, bersabda : “Bagilah
harta pustaka antara ahli-ahli warits menurut ( ketentuan ) kitab Allah”.
c. Ijma’ dan Ijtihad
Para ulama
berperandalam penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan mawarits. Adapun hukum mempelajari ilmu mawarits adalah Wajib ( fardhu kifayah ),
yaitu apabila di suatu tempat ada salah seorang di antara mereka ada yang
mempelajari, maka sudah di anggap terpenuhi kewajiban itu, tetapi jika tidak
ada satu pun dari mereka mempelajarinya maka semua orang ikut berdosa.
·
Tujuan
Ilmu Mawarits
a. Agar dapat
melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli warits yang berhak menerimanya
sesuai dengan ketentuan syari’at Islam
b. Agar dapat di ketahui secara jelas siapa
orang yang berhak menerima harta warisan dan berapa bagian masing”.
c. Agar dapat
menentukan bagian harta warisan secara adil dan benar sehingga tidak terjadi
perselisihan.
·
Syarat
pewarisan
a. Kematian
Orang yang telah
meninggal dunia dan mempunyai harta maka akan di wariskan harta
peninggalannya.karna sudah merupakan ketentuan hukumnya.harta warisan tidak
mungkin di bagikan sebelum orang yang mempunyai harta peninggalan itu di
nyatakan meninggal dunia secara hakiki.
b. Ahli waris harus masih hidup
Ahli waris yang
akan menerima harta warisan dari orang yang meninggal dunia harus masih hidup.
Artinya Apabila ada ahli waris yang sudah meninggal itu tidak berhak mendapat
harta peninggalan.
c. Ahli waris harus
jelas posisinya
Masing-masing
ahli waris harus dapat di ketahui posisinya secara pasti, supaya bagian-bagian
harta warisan itu dapat di peroleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab
ketentuan hukum pewrisan selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkatan ahli
waris.
·
Rukun
Pewarisan
a. Muwaris
Yaitu Orang yang
meninggal dunia atau orang yang meninggalkan harta kepada orang-orang yang
berhak menerimanya sesuai dengan syari’at Islam
b. Waris
Yaitu Orang yang
berhak menerima harta peninggalan dari Muwarits karena sebab-sebab tertentu.
Waris di sebut juga dengan Ahli Waris.
c. Miras
Yaitu Harta yang
di tinggalkan oleh muwaris yang akan di bagikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya ( ahli waris ). Miras itu bermacam-macam harta, misalnya tanah,
rumah, uang, kendaraan, dan lain sebagainya.
B. Sebab-sebab
Menerima harta warisan dan penghalang mendapatkan warisan.
Dalam Agama islam sebab-sebab menerima harta
warisan, adalah sebagai berikut:
·
Hubungan
kekeluargaan
Dalam hubungan
kekeluargaan tidak membedakan antara ahli waris laki-laki dan perempuan, orang
tua dan anak-anak, orang yang kuat dan Lemah. Sesuai ketentuan yang
berlaku semuanya harta warisan.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, Dalam Alquran surah An-nisa’ ayat 7 :
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, Dalam Alquran surah An-nisa’ ayat 7 :
لِلرِّجَالِ
نَصِيبٌ مِمَّا
تَرَكَ الْوَالِدَانِ
وَالأقْرَبُونَ
وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ
مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ
مِمَّا قَلَّ
مِنْهُ أَوْ
كَثُرَ نَصِيبًا
مَفْرُوضًا
Artinya; Bagi
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan
bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Hubungan kekeluargaan ini bila di lihat dari
penerimaannya ada tiga kelompok:
1. Dzawil Furudh
Yaitu ahli waris
yang memperoleh bagian tertentu seperti suami mendapat seperdua bila orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan mendapat seperempat bila orang yang
meninggal mempunyai anak.
2. Dzawil arham
Yaitu keluarga
yang hubungan kekeluargaan nya jauh, mereka tidak termasuk ahli waris yang
mendapat bagian tertentu, tetapi mereka mendapat warisan jika ahli waris yang
dekat tidak ada.
3. Ahlul Ashabah
Yaitu Ahli waris
yang mendapat sisa harta atau menghabiskan sisa, setelah ahli waris yang
memperoleh bagian tertentu mengambil bagian masing-masing.
·
Hubungan
perkawinan
Selama perkawinan
masih utuh bisa menyebabkan adanya saling waris mewarisi. Akan tetapi, jika
perkawinan sudah putus maka gugurlah saling waris mewarisi, kecuali istri dalam
keadaan masa iddah pada talak raj’i.
·
Hubungan
wala’ ( memerdekakan budak )
Seseorang yang
telah memerdekakan budak bisa menyebabkan memperoleh warisan. Jika budak yang
di merdekakan itu meninggal dunia, maka orang yang memerdekakan itu berhak
menerima warisan. Akan tetapi, jika orang yang memerdekakan itu meninggal dunia
maka budak yang telah di merdekakan itu tidak berhak mendapatkan apa-apa.
· Hubungan Agama
Apabila ada orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, baik
dari hubungan kekeluargaan, perkawinan, wala’, maka harta warisannya itu di
berikan kepada kaum muslimin, yaitu diserahkan ke baitul Mal untuk
kemashlahatan umat islam.
Sebab-sebab Tidak menerima / Hilangnya
Hak menerima Harta Warisan:
·
Perbudakan
Seorang budak tidak dapat menerima
warisan dan tidak dapat memberikan warisan dari dan kepada semua
keluarganya (yang mempunyai hubungan nasab) yang meninggal dunia selama
ia masih berstatus budak. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. Dalam surat
an-Nahl ayat 75.
·
Pembunuhan
Para ahli hukum islam sepakat bahwa
tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap pewarisnya, pada
prinsipnya menjadi penghalang baginya untuk mewarisi harta warisan pewaris yang
dibunuhnya.
·
Berlainan
Agama
Berlainan agama
adalah adanya perbedaan agama yang menjadi kepercayaan antara orang yang
mewarisi dengan orang yang mewariskan. Dasar hukum berlainan agama sebagai
mawani’ul irsi adalah hadis rasulullah saw yang artinya :
Orang islam tidak
dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir pun tidak dapat mewarisi harta
orang muslim.
·
Berlainan
Negara
Ciri-ciri suatu negara adalah memiliki
kepala negara sendiri, memiliki angkatan bersenjata, dan memiliki kedaulatan
sendiri. Maka yang dimaksud berlainan negara adalah yang berlainan ketiga unsur
tersebut. Berlainan negara ada tiga kategori, yaitu berlainan menurut hukumnya,
berlainan menurut hakikatnya, dan berlainan menurut hakikat sekaligus hukumnya.
Berlainan negara antara sesama muslim, telah disepakati fuqaha bahwa hal ini
tidak menjadi penghalang untuk saling mewarisi, sebab semua negara islam
mempunyai kesatuan hukum, meskipun berlainan politik dan sistem
pemerintahannya. Yang diperselisihkan adalah berlainan negara antara orang-orang
yang non muslim.
C. Pengelompokkan ahli waris dan hak
masing-masing.
-
Ahli
Waris Yang masuk golongan ashabah ialah:
Anak
Laki-laki
1.
Cucu
laki-laki dan seterusnya ke bawah
2.
Ayah
3.
Kakek
Laki-laki dan seterusnya keatas
4.
Saudara
laki-laki seibu
5.
Saudara
seayah
6. Anak laki-laki dari saudara seibu
seayah
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki
seayah
8. Paman seibu seayah
9. Paman seayah
10. Anak laki-laki dari paman laki-laki seibu seayah
11. Anak laki-laki dari paman saudara seayah
12. Laki-laki yang
memerdekakan.
13. Perempuan yang memerdekakan
Ahli waris
ashabah ini menerima warisan berdasarkan peringatan di mulai dari peringkat
pertama Bila ada ashabah pada peringkat yang lebih dekat tentu ashabah yang
barada di peringkat berikutnya akan terhijab otomatis.
Mengenal kedudukan ayah dan kakek
memang strategis, satu sisi mereka adalah dzaul furudh tetapi disisi lain
mereka juga jadi ashabah, tentu manakala atau cucu laki-laki tidak ada, ayah
dan kakek tetap menjadi dzaul furudh.
-
Bahagian
Ahli Waris Dzaul Furudh
a. Yang menerima
setengah (1/2)
1. Anak perempuan
apabila hanya seorang
2. Anak perempuan
dari anak laki-laki ( cucu perempuan ), Apabila hanya seorang, selama tidak ada
anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Saudara perempuan
seayah, jika hanya seorang saja, dan tidak juga tsb pada point 1 dan 2
4. Suami, jika tidak
ada anak, dan tidak ada cucu laki-laki dan anak laki-laki
b. Yang menerima seperempat (1/4)
1. Suami, jika tidak
ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
2. Istria tau
beberapa orang istri, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki dari anak
laki-laki
c. Yang menerima
seperdelapan (1/8)
1. Istri atau
beberapa orang istri bila ada anak atau cucu dari anak laki-laki
d. Yang mendapat dua pertiga (2/3)
1. Dua orang anak
perempuan atau lebih jika mereka tidak mempunyai saudara laki-laki
2. Dua orang cucu
perempuan atau lebih dari anak lak-laki, selama tidak ada anak perempuan atau
saudara laki-laki
3. Dua orang saudara
perempuan sekandung atau lebih, jika tidak ada anak perempuan atau anak
perempuan dari anak laki-laki, atau saudara laki-laki mereka.
4. Dua orang saudara
perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada yang tsb dari point 1,2, 3
e. Yang mendapat
(1/3)
1. Ibu, jika tidak
terhalang, jika tidak meninggalkan anak atau cucu laki-laki. Atau tidak pula
meninggalkan dua orang saudara baik laki-laki maupun perempuan , baik seibu
seayah atau bukan.
2. Dua orang
laki-laki atau lebih, juga saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih, jika
tidak ada pokok dan cabang (ayah atau kakek dan anak atau cucu).itulah yang di
maksud dengan “kalalah”. Selain itu jumlah mereka harus ada dua orang atau
lebih baik mereka lelaki atau perempuan.
f. Yang menerima
seperenam (1/6)
1. Ibu, jika ada
anak, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau dua orang atau lebih dari
saudara laki-laki dan perempuan.
2. Ayah, jika tidak
ada anak atau cucudari anak laki-laki
3. Nenek perempuan
jika tidak ada ibu
4. Cucu perempuan
dari anak laki-laki, jika bersama-sma dengan seoranganak perempuan sekandung.
5. Saudara perempuan
seayah, jika bersama-sama dengan seorang saudara perempuan sekandung ayah.
-
Ahli
waris zul arham
Ahli waris zul
arham adalah orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat dengan pewaris, namun
tidak dijelaskan bagiannya dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi sebagai zaul furudh
dan tidak pula termasuk dalam kelompok ashabahbila kerabat yang menjadi ashabah
adalah laki-laki dalam garis keturunan laki-laki, maka zaul arham itu adalah
perempuan atau laki-laki melalui garis keturunan perempuan.
Zul arham
terdapat 4 kelompok garis keturunan yaitu:
a. Garis keturunan
lurus ke bawah yaitu:
·
Anak
laki-laki atau perempuan dan keturunannya.
·
Anak
laki-laki atau perempuan dari cucu perempuan dan keturunannya.
b. Anak keturunan
lurus ke atas
·
Ayah
dari ibu dan seterusnya ke atas
·
Ayah
dari ibunya ibu dan seterusnya ke atas
·
Ayah
dari ibunya ayah dan seterusnya ke atas
c. Garis keturunan
kesampig pertama, yaitu:
·
Anak
perempuan dari saudara laki-laki kandung atau seayah dan anaknya
·
Anak
laki-laki atau perempuan dari saudara seibu dan seterusnya ke bawah
d. Garis keturunan
kesamping kedua yaitu:
·
Saudara
perempuan ( kandung, seayah, atau ibu) dari ayah dan anaknya.
·
Saudara
laki-laki atau perempuan seibu dari ayah dan seterusnya ke bawah.
·
Saudara
laki-laki atau perempuan ( kandung, seayah, atau ibu) dari ibu dan seterusnya
ke bawah
Allah SWT
berfirman dalam surah al anfal ayat 75 yaitu:
وَالَّذِينَ آمَنُوا
مِنْ بَعْدُ
وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا
مَعَكُمْ فَأُولَئِكَ
مِنْكُمْ وَأُولُو
الأرْحَامِ بَعْضُهُمْ
أَوْلَى بِبَعْضٍ
فِي كِتَابِ
اللَّهِ إِنَّ
اللَّهَ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: Dan
orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu
maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai
hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang
kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.
-
Cara
membagi Waris
Sebagaimana di ketahui bahwa pembagian
dalam harta warisan telah di tetapkan bagian masing-masing ahli waris, yaitu
ada ahli waris yang menerima bagian tertentu yang berupa seberapa dari warisan,
di sebut furudhul muqaddarah, dan ahli waris menerima seluruh yang tersisa
setelah di ambil oleh bagian ahli waris yang termasuk alquran-furudhul
muqaddarah disebut ashabah.
Ashal masalah ialah angka yang menjadi
dasar pembagian harta warisan dalam sesuatu masalah yakni di bagi menjadi
berapa bagiankah keseluruhan harta pusaka itu, sehingga bagian masing-masing
ahli waris dapat di terimakan sebagaimana mestinya.
Cara menentukan angka ashal masalah
ialah dengan memperhatikan angka-angka pemecahan yang terdapat pada
bagian-bagian ahli waris dzauL furudh dalam suatu kasus, yaitu dengan mencari
kelipatan persekutuan terkecil dari pada angka-angka pembagi atau
angka-angka pemecahan yang ada pada bagian-bagian ahli waris.
Dilihat dari segi angka-angka
pembagian masing-masing bagian ada, maka penentuan ashal masalah ada 4 macam,
sebagai berikut:
1. Mudakhalah, Yaitu Apabila angka-angka
pembagi pada bagian-bagian yang ada pada suatu kasus itu saling memasuki,
artinya angka pembagi yang kecil dapat di masukkan kedalam angka pembagi yang
besar, dengan kata lain angka pembagi yang besar dapat habis dengan angka
pembagi yang kecil.
2. Mumatsalah, Yaitu apabila angka-angka
pembagian pada bagian-bagian yang ada dalam satu kasus itu sama besarnya, maka
cara menentukan ashal masalah ia dengan mengambil salah satu di antara
angka-angka pembagi yang ada.
3. Mubayanah, Yaitu Apabila angka-angka
pembagian pada bagian yang ada dalam suatu kasus itu berbeda yang satu dengan
lain, maka pembagian yang satu tidak habis di bagi dengan angka pembagi yang
lain serta tidak mempunyai pembagi yang sama antara angka-angka pembagian yang
ada.
4. Muwafaqah, Yaitu apabila angka-angka
pembagi pada bagian-bagian yang ada dalam suatu kasus berbeda antara yang satu
yang lain, tetapi angka-angka pembagi tersebut mempunyai pembagian yang sama.
D. Gugurnya Ahli
Waris
1. Bagian Untuk nenek perempuan menjadi gugur karena ada ibu, atau datuk
laki-laki terhalang karena ada ayahnya.
2. Bagian saudara ibu menjadi gugur karena ada salah seorang dari 4 Macam ahli
waris:
a. Anak
b. Cucu dariAnak laki-laki
c. Ayah
d. Datuk laki-laki
3. Bagian saudara Laki-laki sekandung menjadi gugur, karena ada salah seorang
dari tiga ahli waris yaitu :
a. Anak Laki-laki
b. cucu laki-laki dari anak laki-laki
c. Ayah
4. Bagian Anak Ayah( Saudara laki-laki atau perempuan seayah ) manjadi gugur,
karena adanya salah seorang tersebut di atas, yakni anak laki-laki, cucu laki-
laki dari anak laki-laki atau ayah.Dan jika ada saudara laki-laki seayah seibu.
5. Empat orang yang dapat menjadi ‘Ashobah kepada saudara-saudara perempuan
mereka Yakni:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
c. Saudara laki-laki sekandung
d. Saudara laki-laki seAyah
E. ‘AUL DAN RAD
1. Masalah ‘Aul
Ialah keadaan
yang berlebihnya saham –saham para di pecah-pecah sejumlah angka asal masalah
pasti tidak cukup untuk memenuhi saham-saham dzawil furudh.
Salah satu cara yang di lakukan untuk menyelesaikan ‘Aul adalah :
Setelah di ketahui bagian-bagian
ashbul furudh hendaknya di cari asal masalah, kemudian di cari saham-saham dari
masing-masing ashabul furudh itu di jumlah, maka asal masalah yang semula di
benarkan dengan menambahkan angka tertentu sehingga besarnya sama denganjumlah
saham-saham para ahli waris, dengan kata lain asal masalah yang baru di pakai
ialah jumlah saham-saham yang harus di terima oleh para ahli waris.
2. Masalah Rad
Menurut fuqaha
ialah pengambilan apa yang tersisa dari bagian dzawil furudh nasabiyah kepada
merekasesuai dengan besar kecilnya bagian mereka bila tidak ada orang lain yang
berhak untuk menerimanya.
Rad tidak akan terjadi kecuali bila
ada tiga rukun:
a. Adanya pemilik
Fard ( sahibul Fadh )
b. Adanya sisa
peninggalan
c. Tidak adanya ahli
waris ashabah
Untuk menyelesaikan secara tuntas pembagian harta warisan terdapat sisa
lebih dan di radkan, atau mengandung masalah rad, terlebih dahulu haruslah di
teliti apakah dalam kasus di maksud terdapat ahli waris yang ditolak menerima
rad ataukah tidak.
Jika dari Antara
ahli waris ashabul furudh itu tidak terdapat
seorang pun yang ditolak menerima tambahan dari sisa lebih yang diradkan itu.
Contoh
Perhitungan Mawaris :
Pak Yumnu meninggal dunia, Ia
meninggalkan ahli waris , seorang istri, Ibu, Ayah, satu anak laki-laki, dua
anak perempuan dan tiga orang saudara laki-laki. Harta peninggalannya Rp. 12. 400.000,-,
hutang sebelum meninggal Rp. 100.000,-, wasiat Rp. 100.000,- dan biaya
perawatan jenazah Rp. 200.000,- . Berapa bagian masing-masing?
Jawab :
Harta peninggalan
Rp. 12.400.000,-
Kewajiban yang
dikeluarkan :
1. Hutang Rp.
100.000,-
2. Wasiyat Rp.
100.000,-
3. Biaya perawatan
Rp. 200.000,-
Jumlah Rp.
400.000,-
Harta waris Rp. 12.400.000
– Rp. 400.000 = Rp. 12.000.000,-
Ahli waris :
1. Istri = 1/8
2. Ibu = 1/6
3. Ayah = 1/6
4. Anak Laki-laki
= Ashobah binafsih
5. Anak perempuan
= Ashobah bil ghoiri
6. Saudara
laki-laki = mahjub
a. Istri 1/8 =3/24
x Rp. 12.000.000 =Rp. 1500.000,-
b. Ayah 1/6 =4/24
x Rp. 12.000.000 =Rp. 2.000.000,-
c. Ibu 1/6 =4/24 x
Rp. 12.000.000 =Rp. 2.000.000,-
Jumlah =Rp.
5.500.000,-
Sisa =Rp.
12.000.000 – Rp. 5.500.000,- =Rp. 6.500.000,-
Anak laki-laki =
2:1 = 2/3 x 6.500.000,- =Rp. 4.333.000
Anak perempuan 1/3
x 6.500.000 =Rp. 2.166.000
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Harta seseorang yang telah mati
beralih kepada seseorang yang masih hidup bila diantara keduanya terdapat suatu
bentuk hubungan, hubungan kewarisan menurut islam ada dalam beberapa bentuk :
a) Hubungan kekerabatan atau nasab atau
disebut juga hubungan darah
b) Hubungan perkawinan
c) Hubungan pemerdekaan hamba
d) Hubungan sesama islam
Sumber hukum ilmu mawarits Ada Tiga, yaitu:
d. Al-Quran
Dalam Alquran
telah di jelaskan mengenai ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum mawarits. Dalam
surat An-nisa’: 7-12, 176, dan pada surah lainnya.
e. Al-Hadits
Dalam Riwayat
imam Muslim dan Abu dawud bahwasanya Nabi Muhammad SAW, bersabda : “Bagilah
harta pustaka antara ahli-ahli warits menurut ( ketentuan ) kitab Allah”.
f. Ijma’ dan Ijtihad
Para ulama
berperandalam penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan mawarits. Adapun hukum mempelajari ilmu mawarits adalah Wajib ( fardhu kifayah ),
yaitu apabila di suatu tempat ada salah seorang di antara mereka ada yang
mempelajari, maka sudah di anggap terpenuhi kewajiban itu, tetapi jika tidak
ada satu pun dari mereka mempelajarinya maka semua orang ikut berdosa.
DAFTAR PUSTAKA
Hafsah, Fiqih, ( Medan :
Cita Pustaka Media Perintis, 2011 )
Imran Ali, Fikih, ( Medan
: Cita Pustaka Media perintis, 2011 )
Drs. H. Moh. Muhibbin, hukum kewarisan islam,
sinar grafika, 2009, Jakarta.
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar
Fiqih, Prenada Media, 2003, Jakarta.
Dep. Agama, Ilmu Fiqih, Jakarta, 1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar